Jumat, 12 April 2013

Cerita Panas Aku Dijual Suamiku

Cerita Panas Terbaru Dewasa

Cerita Panas: Aku Dijual Suamiku | Cerita Panas Terbaru - Kedatangan Herman sungguh mengembalikan perasaanku yang dahulu kala pernah mencintainya. Walaupun ia hanya beberapa hari liburan di sini, namun aku sangat bahagia sekali. Kepulangannya kembali ke negeri tercinta membuatku merindukannya, perasaan sedikit kehilangan terus menghantuiku. Padahal aku seharusnya melupakan dia, kini aku sudah berkeluarga, hidupku pun bisa dibilang lebih dari berkecukupan. Aku meninggalkan negeriku untuk merantau di negeri orang, di sini, Singapura, aku menemukan suamiku, John, yang begitu mencintaiku, padahal status aku sebelumnya tidaklah jelas. Aku mempunyai seorang anak perempuan yang sampai sekarang aku tidak tahu siapa ayah kandungnya. Pembaca mungkin bingung, namun sebelum bertemu dengan John, banyak kisah pilu yang aku alami. Kini aku sudah melupakannya dan memulai hidup baru dengan John, namun kedatangan Herman beberapa hari lalu kembali membuka lembaran lamaku.
 
Sebenarnya aku tidak begitu mencintai John, namun karena ia selalu perhatian denganku akhirnya aku menerima lamarannya. Ia juga menyayangi anakku, Olivia. Namun hingga hari ini aku tidak pernah tahu apa bisnisnya. Ia selalu pulang dengan pakaian rapi, mengenakan jas dan dasi, turun dari mobil kelas mahal dengan dibawa sopir pribadi. Ia juga enggan menceritakannya, namun tiap malam ia selalu terlihat stress, percintaan kami di atas ranjang selalu dengan perlakuan kasar. Ia mungkin memang seorang yang hyperseks, namun aku sebagai istrinya harus mengerti dan memenuhi apa kemauannya. Tiap malam perasaan tersiksa sebenarnya selalu aku alami, bagaimana tidak, John selalu berlaku kasar jika berhubungan seks, selain hardcore, ia juga menyukai gaya bondage. Aku kadang berpikir nasib ku yang begitu jelek, karena selalu diperlakukan kasar sejak dulu, sehingga tidak heran aku merindukan hubungan seks yang alami atau softcore.

'KRIIINNNGGGG...' tiba-tiba suara telepon rumah berbunyi, aku pun segera menuju arah telepon dan mengangkatnya. "Nes, prepare foods, coz my frens want come to home later...". "Oke...", jawabku. Tumben sekali John mengajak temannya datang ke rumah. Sudah beberapa tahun hidup dengannya, baru kali ini ia mengajak temannya makan di rumah. Aku pun segera beranjak menuju dapur untuk menyiapkan makanan, agar nanti suamiku pulang, masakanku sudah siap dinikmati. Aku pun mengajak pembantu rumah tangga kami untuk membantu agar cepat menyelesaikan tugas yang dipesankan John.

Suasana sudah mulai sore, biasanya jam begini John sudah pulang. Sesuai prediksiku, tak lama menunggu John pun pulang, untungnya masakanku sudah siap, walau tidak begitu mewah, namun banyak pilihan menu yang aku siapkan. John masuk ke rumah langsung menuju ruang makan kami. Ia bersama dua orang temannya, mereka hitam sekali, sepertinya keturunan negro, namun pakaian mereka rapi seperti John, memakai jas hitam dengan dasi tersimpul rapi. Mereka terus berbicara entah bahasa apa sambil menuju ruang makan. Bukan bahasa inggris, bahasa ini cukup aneh, aku sendiri penasaran sekali. Aku hanya sedikit menguasai bahasa inggris, tak heran kadang John juga menggunakan bahasa melayu agar mempermudah komunikasi kami.

"She's my wife, her name's Agnes Monica...", tiba-tiba John berbicara dalam bahasa inggris untuk memperkenalkan aku ke teman-temannya. "Woo, so beauty...", kata seorang temannya sambil tersenyum menampakkan giginya yang terlihat putih dibalik wajahnya yang hitam. Hamid dan Karim nama mereka, seperti nama orang Timur, dugaanku mungkin mereka dari timur tengah atau arab, atau afganistan? Sosok mereka kurang lebih sama, postur tubuh mereka besar tinggi, namun kulit mereka hitam dan berkepala plontos.
Tidak menunggu lama, John langsung mengajak mereka makan bersama. Aku sedikit gugup makan satu meja bersama mereka, karena aku tidak tahu apakah mereka hanya sekedar teman, atau mitra kerja John. Sambil makan mereka masih terus berbicara, entah apa yang dibahas mereka, namun sedikit tidak nyaman bagiku, karena sebentar-bentar mereka melirik ke arahku. Firasatku malah menjadi tidak enak ketika mereka berdua tertawa terbahak-bahak, entah apa yang membuat mereka ketawa, apakah John menceritakan kisah lucu atau apa, aku kurang tahu. Nafsu makan ku pun mulai hilang, aku pun kemudian minta ijin kepada John untuk kembali ke kamarku. Namun John sedikit tersinggung, ia malah ngoceh terhadapku seolah-olah aku tidak menghargai teman-temannya. Setelah ku jelaskan dengan sedikit kebohongan bahwa aku kurang enak badan, akhirnya aku pun diperbolehkan meninggalkan ruangan makan.
Aku pun langsung menghempaskan tubuhku di atas kasur, sedikit capek juga karena menyiapkan makanan yang cukup banyak. Ranjangku dengan John yang menjadi saksi bisu akan percintaan kasar kami ini sunggub terasa empuk. Ku pandangi ke arah kanan, lemari pakaian John terbuka sedikit, aku pun bangkit untuk mencoba menutupnya. Pakaian John tergantung rapi dan harum, aku jarang sekali membuka lemarinya, karena John yang selalu mengurusnya, bahkan mencuci dan mensetrika pakaiannya dilakukan oleh pembantu rumah tangga kami. Ternyata pintu lemarinya tak tertutup rapat karena terganjal sesuatu, saat ku cek di bawah tumpukan bajunya ternyata ada sebuah buku tebal yang sedikit tertarik keluar menahan tertutupnya pintu.

Aku mengambil buku itu dan ku tutup kembali lemari pakaian John. Ku bawa ke dekat ranjang untuk membacanya sambil tiduran. Aku sangat penasaran dengan buku ini, karena tampak sangat seperti sebuah buku harian. Aku pun tiduran untuk membacanya, ternyata benar, ini adalah diary milik John. Aku ternyata kaget dengan apa yang tertulis di buku itu. Kisah hidupnya tertulis singkat sebelum ia mengenal aku hingga sekarang ini.

Aku terdiam membaca tulisannya, ia adalah seorang playboy sebelumnya, bahkan dia juga sering menyewa wanita bayaran untuk memenuhi nafsu birahinya. Hampir tiap malam dia selalu berburu wanita tuna susila yang mampu ia bayar berapa pun asalkan John senang. Aku sedikit penasaran dengab pekerjaannya, uangnya tidak habis-habis walaupun ia selalu main perempuan. John tidak menuliskan pekerjaannya di sini, sepertinya ia lebih tertarik menuliskan hubungan percintaannya.

Halaman demi halaman ku buka hingga cerita ketika ia bertemu denganku. Aku sedikit kecewa dengan tulisannya, John jatuh cinta pada pandangan pertama karena wajahku yang oriental tampak polos baginya. Dan ia juga bilang tidak sia-sia menikahiku karena aku selalu patuh padanya, serta melayani nafsunya setiap malam walau dengan gaya yang kasar. Ya, John selalu demikian, hubungan seks kami selalu dengan paksaan, aku juga mengerti kalau dia seorang yang maniac. John lebih menikmati percintaan kami dengan gaya seperti bondage, aku diikat baik di tangan, di kaki ataupun seluruh tubuhku, kadang aku di ikat di ranjang, di meja, di kursi, bahkan di ikat menggantung ke atas. Bukan hanya itu, John juga menampar pipi, payudara, dan pantat ku untuk meningkatkan kepuasannya. Jika sudah tidak tahan dengan rintihanku, ia pasti melakban mulutku dengan isolasi atau menyumpalnya dengan celana dalamku. Saking hypernya, ia membeli peralatan seks untuk membantunya, seperti penis mainan yang berbagai macam tipe dan ukuran.
Membaca tulisannya, aku mengetahui bahwa John juga sadar dengan penyakitnya ini, ia juga menuliskan bahwa ia sebenarnya kasihan dengan penderitaanku terhadap perlakuannya. Walaupun kasar begitu, ia sayang denganku. Halaman berikutnya juga menuliskan hubungan seks kami dengan berbagai cara yang tiap malamnya berubah.

Halaman selanjutnya ditulis sangat berantakan, tulisannya cukup kasar seperti orang yang sedang emosi, dan penuh coretan, di sana tertulis ia sedang tersandung masalah hukum. Kini aku mengetahui latar belakang pekerjaannya setelah sekian lama ia merahasiakannya dariku, ia ternyata seorang bandar judi dan bandar narkoba. Di sini disebutkan alamat tempat ia menjadikan markas telah digeledah polisi, semua barang haramnya disita. Ia harus bolak-balik ke kantor polisi untuk membuat laporan yang kian belum tuntas. Sudah puluhan miliar ia cairkan dana untuk menghindarkannya dari balik jeruji besi. Aku hampir menangis membaca penderitaan yang ia alami, kenapa harus John rahasiakan dariku.

John tidak mau aku mengetahui bisnis haramnya, ia tidak mau aku kecewa dan sedih. Bahkan uang simpanannya sudah habis untuk membebaskannya, kini hutangnya menumpuk, dan ia masih merahasiakannya dariku. Wajahnya yang tiap hari tersenyum ternyata merahasiakan masalah sebesar ini. Bahkan tanah, rumah dan kendaraan telah John gadaikan untuk membayar hutang-hutangnya. Aku langsung menangis membaca tulisannya ini. Tak sempat membaca halaman selanjutnya, aku pun bangkit karena mengingat anak perempuanku yang sedang tidur di kamar sebelah. Tidak ada yang aku khawatirkan selain dia, jika John memang jatuh bangkrut, setidaknya aku harus melakukan sesuatu agar Chelsea tidak menderita.
Bermaksud ke kamar sebelah untuk melihat Chelsea, tiba-tiba langkahku terhenti. Belum sempat membuka pintu, tiba-tiba gagang pintu bergerak, seseorang membukanya dari arah luar. "John...", kataku ketika melihat ternyata suamiku yang muncul di balik pintu. John pun masuk kemudian mendekatiku, "Are you oke?" tanya John sambil memegang dahi ku. Ia terlihat sungguh perhatian padaku, "I'm fine..." jawabku. Namun niat ku ingin melihat anakku Chelsea sedikit terganggu dengan munculnya John, gerak-geriknya membuatku penasaran. John mendekati arah lemari, ia mengeluarkan sebuah tas besar dari balik lemari dan segera memasukkan semua pakaiannya dalam tas itu. Sepertinya John ingin melarikan diri. Aku sangat takut dengan keadaan seperti ini, dengan wajah pucat aku pun bertanya, "What are you doing?..". Ia hanya sibuk mengemas kopernya tersebut dan lalu berkata, "I must go...". Sungguh keadaan yang sangat menyulitkan, ia masih menyembunyikan kebangkrutannya padaku, ia bilang ia dapat bisnis di luar negeri, dan ini mendadak sekali. Katanya ini adalah tawaran dari Hamid dan Karim, dua pria yang masih sedang asik ngobrol di ruang makan. Entah benar atau tidak, kata John ini adalah bisnis besar. Apa ini masih sebuah kebohongan untukku?
Selesai mengemas kopernya ia lalu merapikannya di atas ranjang. Oops, aku kaget karena buku diary John masih tertinggal di ranjang dan belum sempat aku kembalikan ke tempat asalnya. John langsung terdiam melihat buku diary yang ada di atas ranjang kami tersebut. Aku tidak berani buka mulut, aku bingung dengan keadaan ini, dan tidak tahu apa yang harus ku perbuat. John lalu tertunduk dan meneteskan air mata, "Hiks... Hiks... I'm sorry..." ia meminta maaf padaku. Aku iba sekali lalu mendekatinya untuk mencoba menghiburnya. John akhirnya menceritakan masalahnya, ia benar-benar bangkrut, bisnis haramnya itu telah hancur, kini ia harus memperbaiki kehidupan. Ada bisnis besar yang akan merubah nasib kami kata John. Dan kesempatan ini tidak boleh disia-siakan, John harus segera berangkat ke luar negeri. Aku cuma diam dan menyemangatinya, John pun kembali tersenyum, dadanya kembali membusung tegak, ia berdiri dan mengecup keningku, "Bye honey... See you later...". Aku meneteskan air mata karena akan merindukannya beberapa saat, John belum tahu berapa lama bisnis itu akan selesai.

Aku tidak mengantarnya keluar, aku hanya merapikan kembali isi lemari yang tadinya berantakan karena John buru-buru mengambil bajunya. Buku diary miliknya pun aku kembalikan ke asalnya. Hmm, semoga John bisa kembali ke jalan yang benar. Padahal tadi aku sudah berpikir akan pergi dari sini, paling enggak ya kembali ke kampung halamanku. Tapi John bilang akan segera melunasi hutangnya dan memintaku untuk bersabar. Aku pun berdoa sejenak untuk keteguhan hati John agar dia bisa melewati beban ini dengan baik.
Ku lihat dari balik jendela, mobil John keluar dari halaman, mereka akan berangkat untuk mengerjakan bisnis mereka. Aku sedikit lega dengan masalah John, aku pun kembali ingin ke kamar sebelah menemui anak perempuanku, Chelsea Olivia, yang sedang tidur. Namun betapa kagetnya aku ketika muncul dua sosok dari balik pintu sebelum aku keluar kamar. "Hamid?... Karim?...", aku kaget karena dua orang ini menghalangi pintu keluarku. Kenapa mereka tidak ikut John berangkat ke airport? Belum sempat menanyakan mengapa, tiba-tiba mereka mendorongku masuk kembali ke kamar. Perasaanku tidak enak, mereka tersenyum gembira sambil berbicara entah bahasa apa.

Aku gelagapan melihat mereka berjalan mendekatiku. "Get out from my room!", teriakku marah. Namun mereka tersenyum sambil melepaskan jas mereka. Mereka lalu berbicara kepadaku dengan bahasa mereka, aku sungguh tidak mengerti, tapi kemudian si Hamid melanjutkan dengan sedikit bahasa inggris, "Your husband sell this house include you..." katanya sambil tersenyum dengan giginya yang putih. "Hahahaha...", si Karim tertawa lebar sambil mendekatiku. Badanku gemetaran takut merrka berbuat sesuatu yang menyakitiku, aku pun segera lari ke arah pintu keluar. Damn, Hamid berhasil menghadangku dan menarik tanganku, ia kembali mendorongku hingga jatuh terlentang di atas ranjang. Apa yang dilakukan John kepadaku? Apa dia tega menjualku? Aku lalu meneteskan air mata membayangkan nasib yang menimpaku ini. Sedangkan kedua pria bertubuh besar berkulit hitam itu telah melepaskan semua busana mereka. Tubuh mereka sangat kekar, badan mereka berotot, si Karim memiliki tatto di lengannya, bahkan yang membuatku pucat adalah penis mereka yang sangat besar, melebih ukuran milik John.

Kedua orang yang berbadan seperti bodyguard itu mendekatiku, mereka tertawa girang. Mereka berkomunikasi dengan bahasa mereka yang tidak ku mengerti. Hamid lalu menangkap tanganku, ia mencoba menciumi bibirku, tapi aku memberontak hingga ia kesal lalu menamparku. Pipiku dicengkramnya agar ia bisa leluasa menciumi bibirku. Sedangkan si Karim dari bawah menyibak rokku, ia berusaha memplorotkan celana dalamku. "No!...", aku berusaha berteriak dan menendang-nendangkan kakiku, tapi Hamid sudah menciumi bibirku hingga aku tidak bisa teriak, dan ia mencekik leherku agar aku tidak melawan. Akhirnya Karim berhasil menarik turun celana dalamku, ia pun langsung menjilati vaginaku. "Ouh...", geli sekali. Sungguh sangat menjijikkan, di mana mulutku penuh dengan air liur Hamid, dan vaginaku dijilat oleh Karim dengan sedikit sentuhan bibirnya yang agak brewokan.

Ciuman Hamid kemudian di arahkan ke leher ku. Rambutku dijambak agar aku tidak bergerak. Tubuhku pun ditindihnya agar tidak melawan. Sungguh aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain pasrah. Aku hanya bisa menutup mataku dan merasakan hal buruk ini terjadi, daerah kewanitaanku sudah tidak dijilati, namun aku merasakan jari Karim meraba-raba dan ingin menusuk ke dalam lubang vaginaku. Sesuatu yang keras perlahan memasuki liang vagina ku. "Argh...", aku tersentak karena benda keras itu menusuk dengan kasar hingga ke dalam vagina, jarinya terasa mengoyak dinding vaginaku. Bukan satu jari, sepertinya ia menggunakan lebih dari dua jari untuk mengobok-ngobok vaginaku, sungguh sangat menyakitkan.

Sedangkan Hamid sudah bosan menciumi bibir dan leherku, ia menarik bajuku hingga koyak, aku benar-benar ketakutan. Seperti binatang kelaparan, Hamid langsung menarik bra-ku hingga bra-ku lepas dan memperlihatkan payudara ku yang tidak begitu besar. Binatang liar itu tidak mau menunggu lama, ia langsung meremas payudaraku dengan kasar. Sakit sekali karena Hamid meremasnya dengan kuat, ke dua buah payudaraku dicengkram erat seperti mau diremas hingga pecah. "Please... Leave me...", Hamid bukannya iba, ia malah memilin puting susu ku dengan jarinya. "Argh...", puting susu ku dicubit dan ditarik Hamid.
Beberapa menit sudah berlalu, vaginaku terasa perih karena tusukan yang terus-menerus oleh jari Karim. Tiba-tiba gerakan jari itu tidak terasa, aku tidak bisa melihat dengan jelas apa yang terjadi karena Hamid masih menindihku dan menutupi pandanganku. Mungkin Karim capek dengan gerakan jarinya sehingga ia ingin istirahat.

Bosan meremas susuku, Hamid kemudian menciumi susuku, bahkan ia meyedot keras putingku dan sekali-kali menggigitnya. Tidak hanya itu, ia juga memberikan beberapa bekas cupangan di sekitar susuku. Putingku terasa sangat sakit karena digigit Hamid. Ingin rasa diriku bunuh diri saja daripada diperlakukan begini.
Hamid kemudian menyudahi kegiatannya, sepertinya ia sudah puas menikmati susuku. Ia kemudian berdiri, sehingga dengan jelas aku melihat Karim telah siap-siap ingin memasukkan penisnya yang besar panjang ke dalam vaginaku. Aku sangat ketakutan karena sebelumnya aku tidak pernah menjumpai penis sebesar itu. Aku berusaha bangun untuk menghindari semua ini, dengan cepat aku menendang Karim dan mendorong Hamid hingga terjatuh, segera aku berlari keluar kamar, aku tidak peduli dengan kondisi ku yang sudah telanjang bulat. Tapi langkahku terhenti, ternyata di luar kamar ramai dengan orang-orang berkulit hitam, sepertinya mereka adalah anak buah Karim dan Hamid. Mereka terlihat seperti preman, sedang asyik merokok sambil berjaga-jaga. Aku tak bisa lari lagi. Aku terdiam dan mereka hanya senyum-senyum sambil memainkan belati yang ada di tangan mereka. Hamid dan Karim pun keluar untuk menjemputku.
Aku hanya bisa menangis ketika mereka mendekatiku, Hamid kemudian maju dan menampar pipiku. Perih sekali rasanya pipiku, tak hanya itu, Hamid langsung menendang perutku hingga aku jatuh tersungkur. Kemudian Karim menjambak rambutku dan menariknya sehingga aku yang jatuh terlentang terpaksa segera berdiri dan mengikuti arah Karim, karena bila tidak, mungkin tidak hanya rambutku yang tertarik melainkan lepas bersama kulit kepalaku. Mereka memaksaku kembali ke kamar.

Aku teringat dengan Chelsea Olivia yang tidur di kamar sebelah, supaya mereka tidak ke kamar sebelah dan menyakiti anakku itu, aku terpaksa mengikuti kemauan mereka. Aku, Hamid dan Karim pun kemudian kembali ke kamar. Kami bertiga tidak berbusana sama sekali, penis mereka yang besar dan panjang bergelantungan seperti buah terong raksasa.

Mereka masih terus tersenyum senang karena mendapatkan mangsa lezat bagi mereka. Sebentar-bentar mereka menenggak liur dan memainkan lidah mereka seperta ingin melahapku. "Argh...", aku kesakitan ketika Hamid menjambak rambutku, ia bermaksud menyuruhku berjongkok dan mengulum penisnya. Cengkraman erat di kepalaku membuatku kesakitan dan aku terpaksa berjongkok untuk mengulum penisnya. 'Huek...', aku seperti mau muntah karena penisnya yang besar dan sedikit bau pesing. 'PLAKKK...', Hamid menampar pipiku agar aku tidak menolak permintaannya. Dari belakang Karim memegang pinggangku dan menariknya ke atas, aku sudah tahu maksudnya, ia pasti ingin menyodomiku. "No...!!!", teriakku sambil mencoba menggerakkan bokongku agar Karim tidak berhasil menusukkan penis jumbonya. 'Itu pasti sakit sekali', pikirku dalam hati. 'PLAKKK!!!' kini giliran Karim yang menampar pantatku, bergantian kiri dan kanan, perih sekali rasanya, kulit bokongku yang putih mulus pun sepertinya akan memerah. 

Tidak depan mau pun belakang, aku terus ditampar agar melayani nafsu bejat mereka. Dan akhirnya penderitaanku pun dimulai, "ARGHHH....!!!", ujung anusku terasa sakit sekali, sebuah benda tumpul besar berusaha mengoyak liang anusku, sungguh menyakitkan apalagi dengan keadaan kulit kering begitu. Saat aku berteriak, mulutku pun disumpal penis Hamid yang bau pesing itu. Aku sungguh tidak tahan lagi, rasanya akan pingsan, badanku langsung lunglai, melihat demikian, Hamid berkata sesuatu ke Karim, dan Karimpun menarik kembali penisnya dari anusku. Mungkin Hamid melarangnya menyodomiku, ia langsung kembali menampar pipiku untuk memastikan aku terus terjaga.

Tak mau sampai aku kehilangan kesadaran, mereka kemudian kembali menggiringku ke ranjang, aku kembali dihempaskan ke atas tempat tidur. Karim yang sedari tadi tidak sabar langsung membuka selangkanganku, ia langsung menjebloskan penisnya ke vaginaku. 'Fuck!', pikirku dalam hati, karena Hamid pun tidak tinggal diam, ia naik ke atas tempat tidur dan melanjutkan kegiatan tadi, yaitu ingin aku menyepong rudal besarnya itu.

Tubuhku bergoncang kuat, vaginaku terus diobok-obok benda besar Karim, sedangkan mulutku tersumpal benda bau yang juga besar. Bukan hanya itu, sambil menikmati vagina dan mulutku, tangan mereka pun menjahili payudaraku. Susu ku diremas dengan kuat, puting susu ku pun dicubit, diplintir dan ditarik ke atas dengan kasar. "Oh yes... Oh no...", teriakan kegembiraan Karim yang semakin semangat memaju mundurkan pinggulnya. Vaginaku sudah terasa sakit sekali, perih banget, dinding-dinding vaginaku mungkin koyak karena lubang vaginaku tidak muat dengan penisnya yang besar.

Satu jam mungkin sudah berlalu, mereka masih sangat kuat, apa mereka menggunakan semacam obat kuat aku juga tidak tahu, yang jelas tubuhku sudah letih sekali. Karim sedari tadi terus memompa penisnya di dalam vaginaku dan belum sama sekali ia berejakulasi, mungkin karena sesekali ia memelankan gerakannya. Sedangkan Hamid sudah tidak mau aku sepong, sedikit lega untuk bernapas lebih segar, tidak menciumi penisnya yang bau itu. Hamid kini menyedoti ke dua payudara ku yang tidak begitu besar. Kulitku yang putih tampak semakin putih ketika dekat dengan dua orang berkulit hitam ini.

Karim kemudian menarik penisnya, ia sepertinya akan menyemprotkan spermanya, ia mengarahkan penisnya ke muka ku, lalu ia mengocok penisnya. Dan ternyata benar, spermanya banyak sekali menyemprot ke arah wajahku. Belum berhenti penderitaanku, Hamid segera menggantikan posisi Karim tanpa jeda. Sungguh malang sekali nasibku, tak di kampung sendiri bahkan di negeri orang, aku tetap diperlakukan seperti ini. Apa karena nasibku yang kurang bagus, diperlakukan kasar oleh teman bahkan suami sendiri, hingga John tega menjualku.
Karim kemudian meninggalkan kami, sepertinya dia sudah puas menyalurkan hasratnya. Dengan penuh air mata yang bercucuran, tubuhku masih berguncang kuat, Hamid sangat semangat memompaku. Hingga penglihatanku sedikit kabur, aku melihat bayang-bayang sekitar dipenuhi pria. Mungkin Karim memanggil teman-temannya yang tadinya sedang berjaga-jaga untuk masuk dan menikmatiku juga. Samar-samar aku lihat mereka sudah telanjang bulat semua, mungkin ada belasan orang, sama seperti Hamid dan Karim, kulit mereka gelap dengan penis yang sangat besar.

Setelah Hamid menarik penisnya dari vaginaku dan menyemprotkan spermanya di wajahku, para gerombolan itu pun mendekatiku, senyum bringas mereka benar-benar seperti merontokkan semangat hidupku. Aku akhirnya pingsan ketika seorang pria kembali memasukkan penis jumbonya ke vaginaku. Pandanganku gelap, tubuhku yang letih hanya terasa bergoyang sendiri. Banyak tangan yang menjamahi tubuhku, hingga aku benar-benar terlelap dan hilang kesadaran.
Saat aku terbangun, sekitarku sudah sepi, badanku sakit semua, tubuhku penuh dengan cairan sperma, hingga rambutku sudah acak-acakan. Vaginaku yang paling perih, entah sudah berapa belas batang penis jumbo yang sedari tadi mengoyak-ngoyaknya.

Aku segera bangkit dan menuju kamar mandi, segera ku bersihkan diriku, aku sudah tak sempat bersedih, ini kesempatanku kabur, yang kupikirkan adalah untuk keluar dari rumah ini. Cepat-cepat ku cari pakaian di lemariku, segera kupakai dan menuju ke kamar anakku, Chelsea Olivia, syukur dia masih baik-baik saja, tertidur dengab nyenyak. Aku segera membangunkannya dan mengajaknya keluar. Rumah sepertinya kosong, entah kemana gerombolan orang berkulit hitam itu. Saat keluar dari pintu rumah, aku segera menelpon temanku yang bekerja di agen penerbangan, aku menyuruhnya menyiapkan tiket untuk pulang ke kampung halamanku. Aku dan Chelsea berjalan menjauhi rumah laknat itu. 
 
Cara jalanku sudah berbeda, karena selangkanganku masih terasa sangat sakit. Chelsea sedikit keheranan melihatku, aku terus berbicara padanya agar ia tidak ketakutan. Sambil berjalan aku menunggu kabar temanku, dan ya, ada seat kosong, malam ini aku akan terbang kembali ke Indonesia, tempat kelahiranku. Aku pun meminta temanku memesankan taksi untuk menjemputku di tempat yang sudah cukuo jauh dari rumah. Ku sms Herman, 'Aku malam ini pulang, tolong jemput...', ia satu-satu nya teman yang bisa kembali aku berharap.
 
'Oke, sebelum check in, kabari saja' balas Herman yang kembali menyemangatiku. Hingga aku pun sampai di airport dan segera lepas landas menuju asalku. Semoga aku masih diberi kesempatan untuk kehidupan yang lebih baik.
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar